Resensi Novel “Sang Pemimpi”
Identitas Buku
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT Bentang Pustaka
Halaman : x + 292 Halaman
Cetakan : ke-14, januari 2008
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi(L x P) : 130x205mm
Kategori : Petualangan
Text : Bahasa Indonesia
Sinopsis
Novel berjudul Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ini merupakan sekuel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi. Novel ini mengisahkan tentang tiga orang pemuda yang berjuang meraih mimpi-mimpi dalam hidup mereka. Ketiga pemuda tersebut adalah Ikal, Arai, and Jimbron. Novel ini sesungguhnya menceritakan kisah hidup Ikal (tokoh utama dalam novel Laskar Pelangi) sewaktu remaja yang duduk di bangku SMA. Ikal, Arai, dan Jimbron, yang merupakan tokoh protagonis dalam novel ini, diterima bersekolah di SMA Negeri Belitong. Mereka salah satu anak dari keluarga kurang beruntung di kampung terpencil di Belitong.
Ikal sedikit lebih beruntung dari Arai dan Jimbron. Karena walau ia
hanyalah anak seorang pekerja PN Timah Belitong yang terancam terseret
gelombang PHK, setidaknya ia memiliki keluarga yang lengkap dan penuh cinta
kasih. Ia sangat mengagumi sosok ayahnya, yang ia sebut ayah juara satu
seluruh dunia.
Sedangkan
Arai dan Jimbron memiliki kisah yang dapat dikatakan serupa. Arai merupakan simpai
keramat, yakni orang terakhir yang tersisa dari suatu klan. Saat ia kelas
satu SD, Ibunya meninggal ketika melahirkan, begitu pula adiknya yang baru lahir.
Belum berakhir masa dukanya, saat ia naik kelas tiga SD, ayahnya dipanggil oleh
Yang Maha Kuasa. Arai yang ternyata adalah sepupu jauh Ikal, kemudian diadopsi
oleh Pak Seman Said Harun, ayah Ikal.
Jimbron yang
kini gagap sebenarnya memiliki kisah amat pilu dibalik kegagapannya. Jimbron
memiliki dua adik kembar perempuan. Ibunya wafat ketika Jimbron kelas empat SD.
Sementara ayah yang ia jadikan orientasi hidupnya, terkena serangan jantung
saat membonceng Jimbron dengan sepeda. Saat itu belum sampai 40 hari ibunya
wafat. Jimbron sekuat tenaga pontang-panting membonceng ayahnya menuju
Puskesmas. Setelah beberapa menit di Puskesmas, ayah Jimbron meninggal. Sejak
saat itu Jimbron gagap. Kejadian memilukan itu juga berakibat munculnya
ketertarikan Jimbron pada kuda yang mencapai tingkat obsesi komplusif. Kedua
adik kembarnya diasuh bibinya di Pangkal Pinang, Pulau Bangka, sedangkan
Jimbron diasuh oleh Pendeta Geovanny, sahabat keluarganya.
Mimpi-mimpi
itu bermula dari sebuah desa kecil yang ada di pulau Belitong. Ketika itu Ikal,
Arai, dan Jimbron sedang belajar di dalam kelas yang dibimbing oleh seorang
guru bernama Julian Balia, Guru inilah yang menumbuhkan bibit-bibit
mimpi bagi Ikal, Arai, dan Jimbron untuk berani bermimpi setinggi-tingginya. Ia
berkata kepada anak-anak didiknya bahwa "Bercita-citalah yang tinggi ,
bermimpilah yang besar, regup madu ilmu sebanyak-banyaknya , belajarlah dari
alam disekitarmu , resapi kehidupan, jelajahi Indonesiamu yangg luas, jengkali
Afrika yang eksotis, jelajahi Eropa yang megah, lalu berhentilah di altar ilmu
"Sorbonne, Paris"
Mendengar
nasehat inspiratif yang dilontarkan oleh guru mereka, maka bibit-bibit mimpi
dalam diri Ikal, Jimbron, dan Arai pun mulai tumbuh. Arai memantik semangat
kedua sahabatnya tersebut dengan kata-kata inspiratif seperti yang telah
dilontarkan oleh Pak Julian Balia. Arai bermimpi suatu saat nanti ia akan
berkeliling dunia dengan menjelajahi Eropa dan Afrika. Ikal pun terkesima
dengan mimpi yang ditularkan oleh Arai. Kemudian Arai pun menjelaskan
langkah-langkah yang harus mereka tapaki mulai saat ini demi mimpi-mimpi
tersebut. Pertama-tama mereka harus menyelesaikan sekolah, melanjutkan
pendidikan perguruan tinggi, dan mencari beasiswa S-2 di luar negeri. Mimpi
Arai dan Ikal lantas tertuju pada universitas Sorbone Paris yang juga akan
menjadi tujuan mereka berikutnya. Ikal terpengaruh oleh mimpi Arai dan berniat
untuk mengikuti sahabatnya itu. Sementara Jimbron masih menyembunyikan mimpi
apa yang hendak ia kejar.
Langkah pertama pun dimulai.
Upaya untuk terus bersekolah sampai lulus SMA dilakukan oleh ketiga remaja itu
dengan kerja keras dan air mata, Arai dan Ikal sudah memantapkan hati untuk
melanjutkan tahapan berikutnya demi meraih mimpi yang akan mereka kejar. Mereka
berencana untuk berlayar ke Jakarta dan mencari kerja sambilan sebagai batu
loncatan berkuliah di Universitas Indonesia. Ketika hendak berlayar dengan
menggunakan kapal tumpangan, perpisahan mengharukan antara Arai, ikal, dan
Jimbron tak terelakkan lagi. Jimbron memutuskan untuk tetap tinggal di Belitong
dan meneruskan mimpinya di tempat asalnya tersebut. Ia memberikan dua buah
celengan berbentuk kuda kepada Arai dan Ikal dengan mengatakan sesuatu hal yang
sangat mengharukan. “kalian berdua akan pergi ke Paris dengan menggunakan
kudaku,” begitu kata Jimbron yang disambut dengan peluk dan tangis Arai dan
Ikal.
Berbulan-bulan Arai
dan Ikal luntang-lantung di Bogor mencari pekerjaan untuk bertahan hidup. Akhirnya
setelah banyak pekerjaan yang tidak menerimanya, Ikal diterima menjadi tukang
sortir ( tukang pos ) dan Arai memutuskan untuk merantau ke Kalimantan. Tahun
berikutnya, Ikal berhasil kuliah di fakultas ekonomi UI, dan setelah lulus ia
mengikuti seleksi beasiswa S2 ke Eropa dan beribu-ribu pesaing lainnya berhasil
ia singkirkan, dan akhirnya sampai pada tahap seleksi 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak disangka, profesor penguji begitu terpukau dengan proposal riset yang diajukan oleh Ikal. Meskipun hanya berlatar belakang sarjana ekonomi yang masih bekerja sebagai tukang sortir, proposalnya begitu hebat. Akhirnya setelah wawancara selesai, siapa yang sangka Ikal pun mengikuti dan berhasil masuk 15 besar dalam memperebutkan beasiswa S2 ke Eropa. Bertahun-tahun tanpa kabar, akhirnya mereka berdua dipertemukan kembali dalam suatu forum yang begitu hebat. Begitulah Arai, selalu penuh dengan kejutan. Semua ini sudah direncanakannya bertahun-tahun. Ternyata Arai kuliah di Universitas Mulawarman dan mengambil jurusan Biologi. Tak kalah dengan Ikal, proposal risetnya juga begitu hebat, dan membuat sang penguji terkejut karena menghasilkan teori baru.
Sambil menunggu surat keputusan beasiswa
itu, mereka pulang ke kampungnya di Belitong. Dan setelah berbulan-bulan
menunggu, akhirnya surat hasil keputusan beasiswa itu pun tiba, mereka
berdebar-debar membuka isi surat tersebut. Tetapi Arai juga merasa sedih karena
dia sangat merindukan orang tuanya. Ia sangat ingin membuka surat itu bersama
kedua orang tuanya. Kegelisahan dimulai, akhirnya surat itu menyatakan bahwa Arai
dan Ikal berhasil lulus mendapatkan apa yang dicita-citakan yaitu beasiswa ke Eropa
tepatnya dikota impian mereka, Sarbonne. Ternyata inilah jawaban dari
mimpi-mimpi mereka selama ini. Kedua sang pemimpi ini di terima di universitas
yang sama. Tapi ini bukan akhir dari segala mimpi-mimpi mereka. Disinilah
perjuangan dari mimpi-mimpi mereka itu dimulai.
Unsur intrinsik
- Alur
Alur yang digunakan adalah alur gabungan, tetapi lebih sering digunakan adalah alur maju. Sebagian menggunakan Alur Flashback, di mana tokoh mengingat masa lalunya
Latar Tempat
Dalam novel ini disebutkan latarmya yaitu
- Pulau Magai
- Balitong
- los pasar
- dermaga pelabuhan
- gedung bioskop
- sekolah SMA
- terminal Bogor
- Jakarta
- Kalimantan
- Penokohan
- Ikal : Andrea Hirata sendiri, tokoh utama dalam cerita
- Arai : anak yatim piatu, disebut sebagai "Simpai Keramat" karena ayahnya, satu-satunya anggota keluarganya, meninggal dunia. Arai diangkat sebagai sepupu Ikal.
- Jimbron : anak yatim piatu. Ia diasuh oleh Pendeta Geovanny, anggota keluarganya yang berbeda agama. Meskipun demikian, Pendeta Geovanny menginginkan Jimbron taat menjalankan Islam.
- Seman Said Harun : ayah Ikal, pekerja PN Timah, kuli yang menyekop xenotim di wasrai (instalasi pencucian timah)
- Pendeta Geovanny : paman Jimbron setelah menjadi yatim piatu. Meskipun ia berbeda agama namun ia menginginkan Jimbron taat menjalankan Islam
- Mustar M. Djai'din. BA. : pendiri dan wakil kepala SMA Negeri Bukan Main. Sejak anak semata wayangnya tidak diterima karena NEM-nya kurang, ia berubah menjadi tempramental. Sehingga, wataknya tegas dan sering menghukum murid-murid karena melakukan kesalahan.
- Drs. Julian Ichsan Balia : Kepala SMA Negeri Bukan Main, seorang bumiputera, amtenar pintar lulusan IKIP Bandung
- Zakiah Nurmala : putri dari Berahim Matarum : gadis pujaan Arai, "karatan" di kursi nomor satu sejak kelas satu (Bab 15 : "Ekstrapolasi Kurva yang Menanjak", hal. 209)
- Laksmi : gadis pujaan Jimbron, ia menjadi yatim piatu dan bekerja di pabrik cincau
- Lam Nyet Pho : ketua preman pasar ikan, keturunan prajurit Hupo, semacam capo. Ia memiliki 16 perahu motor dan dikawal oleh ratusan anak buah yang tidak pernah melepaskan badik dari pinggangnya
- Haji Marhaban Hamim bin Muktamar Aminudin : guru mengaji. Dalam struktur organisasi Masjid Al-Hikmah, ia merupakan pelaksana peraturan, di antara Haji Satar selaku pembuat peraturan dan Haji Hazani selaku pengawas peraturan. Taikong Hamim memiliki watak yang sama tegasnya seperti Pak Mustar di SMA Negeri Bukan Main, dan juga sering menghukum. Terutama, jika sampai tamat SD belum hafal Juz Amma, maka akan dimasukkan ke dalam beduk yang dipukul keras-keras.
- Bang Zaitun : seniman musik pemimpin sebuah kelompok orkes Melayu. Memiliki banyak pacar dan empat kali menikah. Bang Zaitun mengajari Arai cara menaklukkan wanita
- Mak Cik Maryamah : wanita paruh baya, namun hidupnya agak lebih miskin dibanding keluarga Ikal
- Nurmi : putri dari Mak Cik Maryamah, seorang pemain biola
- A Kiun : pekerja loket karcis bioskop
- Pak Cik Basman : tukang sobek karcis bioskop
- A Siong : pemilik toko kelontong, tempat Ikal dan Arai berselisih tentang penggunaan uang tabungan
- Deborah Wong : Istri A Siong, perempuan asal Hongkong yang tambun dan berkulit putih
- Mei Mei : putri dari A Siong dan Deborah Wong
- Bang Rokib : kernet bis kota yang mengantar Ikal dan Arai ke Ciputat, Ikal dan Arai sedang merantau ke Jawa
Unsur Ekstrinsik
Nilai Moral
Nilai moral pada novel ini sangat kental. Sifat-sifat
yang tergambar menunjukkan rasa humanis yang terang dalam diri seorang remaja tanggung dalam menyikapi kerasnya kehidupan. Di sini, tokoh utama digambarkan sebagai sosok remaja yang mempunyai perangai yang baik dan rasa setia kawan yang tinggi.
Ditinjau dari nilai sosialnya, novel ini begitu kaya
akan nilai sosial. Hal itu dibuktikan rasa setia kawan yang begitu tinggi antara tokoh Ikal, Arai, dan Jimbron. Masing-masing saling mendukung dan membantu antara satu dengan yang lain dalam mewujudkan impian-impian mereka sekalipun hampir mencapai batas kemustahilan. Dengan didasari rasa gotong royong yang tinggi sebagai orang Belitong, dalam keadaan kekurangan pun masih dapat saling membantu satu sama lain.
Nilai adat di sini juga begitu kental terasa. Adat kebiasaan pada sekolah tradisional yang masih mengharuskan siswanya mencium tangan kepada gurunya, ataupun mata pencaharian warga yang sangat keras dan kasar yaitu sebagai kuli tambang timah tergambar jelas di novel ini. Sehingga menambah khazanah budaya yang lebih Indonesia.
Nilai agama pada novel ini juga secara jelas tergambar. Terutama pada bagian-bagian dimana ketiga tokoh ini belajar dalam sebuah pondok pesantren. Banyak aturan-aturan islam dan petuah-petuah Taikong (kyai) yang begitu hormat
merka
patuhi. Hal itu juga yang membuat novel ini begitu
kaya.
Kelebihan dan Kelemahan
Banyak kelebihan-kelebihan yang didapatkan dalam novel ini. Mulai dari segi kekayaan bahasa hingga kekuatan alur yang mengajak pembaca masuk dalam cerita hingga merasakan tiap latar yang terdeskripsikan secara sempurna. Hal ini tak lepas dari kecerdasan penulis memainkan imajinasi berfikir yang dituangkan dengan bahasa-bahasa intelektual yang berkelas. Penulis juga menjelaskan tiap detail latar yang mem-background-i adegan demi adegan, sehingga pembaca selalu menantikan dan menerka-nerka setiap hal yang akan terjadi. Selain itu, kelebihan lain daripada novel ini yaitu kepandaian Andrea dalam mengeksplorasi karakter-karakter sehingga kesuksesan pembawaan yang melekat dalam karakter tersebut begitu kuat.
Kekurangan yang ada pada novel ini terletak pada konflik cerita yang tidak terlalu tajam. Bisa dikatakan bahwa konflik yang terjadi dalam cerita adalah ketika Ikal memutuskan untuk berhenti bermimpi di tengah-tengah cerita karena berbagai alasan. Namun Arai berhasil menyadarkannya kembali dan akhirnya Ikal kembali meneruskan mimpi-mimpinya. Selain itu pada alur cerita tiap bab terkesan seolah sengaja mengaburkan waktu dengan penataan sub bab judul yang tidak sistematis. Sehingga membuat pembaca sedikit kebingungan setiap beralih sub bab dalam novel.
Novel ini sangat baik dibaca oleh semua kalangan terutama pada segmentasi remaja. Di dalam novel ini termuat nilai-nilai positif diantaranya ialah pantang menyerah, gigih, berani menetapkan target, berani bermimpi, mengajarkan tentang dedikasi, dan lain sebagainya.
Penulis Naskah dan Cerita : WALTFIN
Copyright © 2023 Muhammad Alfin Dwi Rizki Juniar. All Rights Reserved
0 Comments